Rabu, 27 November 2013

KARENA AKSEN DAERAH, KADANG TIDAK TAHU APA PADANANNYA ATAU SALAH INTERPRETASI

Ini dialami oleh sebagian masyarakat asal Indonesia timur (terutama kami yang berasal dari Maluku Utara). Dikarenakan kosakatanya yang kadang mirip sama bahasa Indonesia (tapi gak nyadar bahwa kosakata tersebut janggal atau aneh), kami kadang terjebak dengan situasi can’t translated correctly or don’t know about Indonesian terms.
Berikut ini adalah beberapa kejadiannya (ada yang real, ada yang fiction):

a.      sukun tak tahu, tapi amo kami tahu
Ada dua kejadian yang dialami oleh dua [kelompok] orang berbeda pada waktu yang berbeda.

1.     kejadian waktu SMP (kami yang mengalami sendiri cerita itu)
This was a real experience at SMP, di mana kami sedang belajar Biologi. Ketika itu ada seorang guru asal Jawa sedang mengajari kami Biologi tentang tumbuhan. Kami sedang serius belajar, dan ini saatnya di mana kelucuan mulai muncul. Ketika guru menyebutkan sukun, satu kelas tidak ada yang tahu apa itu sukun. Ada yang mengira sukun itu seperti tanda sukun dalam tulisan Arab, tapi itu sangat tidak masuk akal. Satu kelas pun terdiam. Ketika guru menyebutkan amo, sekelas langsung tertawa malu, seakan tak percaya bahwa sukun yang dimaksud di situ adalah amo. E ampong e, malu bahaya. (Malu banget kami.) :D

2.     melalui cerita teman lewat SMS (SMS-nya pake bahasa kami, aku ngasih yang terjemahan bebas aja ya’)
Suatu hari, ada seorang teman bernama Ayu sedang liburan ke Jogja untuk menemui seorang temannya asal Tabahawa, Ternate. Dia lebaran selama dua minggu di sana. Dia berencana membeli amo bersama temannya tersebut. Mereka pun membeli amo pada seorang penjual. Di situlah kebingungan mereka terjadi.
teman Ayu: Ayu, kita mu bali amo goreng me kita lupa dia pe bahasa Indonesia kong. (Ayu, aku mau beli amo tapi aku lupa bahasa Indonesianya.)
Ayu: Ya ala cocok, kita me lupa. (Sama, aku juga lupa.)
penjual: Ce amo tiga dua ribu saja. Ngoni dua kulia di Jawa kong tara tau amo pe bahasa Indonesia tu, labae pulang di Tarnate sana. (Amo itu dua ribu dapet tiga. Masa’ kalian kuliah di Jawa tapi nggak tau bahasa Indonesianya amo? Mending pulang ke Ternate aja sono.)
Betapa terkejutnya mereka ketika mendengar ucapan si penjual yang ternyata juga berasal dari Ternate. Mereka pun benar-benar malu, dan tak bisa menahan tawa sampai pulang ke rumah mereka. Mereka tidak mengira bahwa yang menjual amo juga berasal dari Ternate. Kalo tong tau dorang orang Tarnate to, tong tara akang malu kaya tadi da. (Jika saja aku tau kalau beliau orang Ternate, kita bakal nggak malu kayak tadi.)
Ini mah mendramatisir, toh yang ngalamin ‘kan dia, bukan aku. :p
Ternyata maksud mereka adalah sukun, tetapi karena yang menjualnya sedaerah juga dengan mereka (yang juga tahu kalau itu adalah amo alias sukun), akhirnya mereka malu sendiri atas kejadian itu.

b.     ditono dan menono
Ceritanya ada seorang mahasiswa asal Ternate ngajak temennya yang Bandung asli ke kosannya untuk ngajakin temennya makan.
(T = orang Ternate, B = orang Bandung)
T: Lo tau sagu gak?
B: Gak tau bro, apaan itu?
Dia langsung nyuruh adiknya ngambil sagu.
T: Ade ambe sagu tu kamari deng biking teh panas dua. (Adikku, ambilin dong tuh sagu ama buatin dua cangkir teh panas ya’.)
T: Lo liat ya’ (sambil memegang sepotong sagu), ini namanya sagu bro. Ini kalo ditono begini rasanya enak.
B: Tono tuh apaan bro?
T: (sambil ngotot dan memperagakannya) Iya, ini menono.
Ditono dan menono di sini bukan kosakata asli Indonesia ya’, tapi kosakata yang terkesan dipaksakan. Ditono dan menono itu berasal dari di- dan tono serta me- dan tono (rendam atau celup; dalam konteks ini berarti celup), sementara bahasa Indonesianya ya dicelup dan mencelup lah. :D
Ada cerita lain nih (ngarang aja ya’, cuma cerita ngawur aja).
A: Lo tinggal tono aja ke gelas. :p
B: Ngana kira pakeang kong tono?! (Emangnya kau kira pakaian apa pake ngrendam segala?) -_-
Ini cuma adegan nglebay-lebayan (alias ngawur) aja, don’t be serious ya’.

c.      dari belakang
Ini lagi-lagi aku yang ngalamin, waktu beli makanan ke suatu warung (sengaja gak disebutin namanya ya’ :p). Waktu itu aku beli makanan di warung, trus aku gak bawa uang. Ketika itu aku bermaksud ngutang. Dan saat mau ngutang inilah, aku dengan polosnya [dan sialnya pula’] bilang “Pak, saya mau bayar dari belakang ya. Saya lagi gak punya uang.” Bapaknya langsung bilang “Gak boleh bayar dari belakang dek, bayarnya dari depan.” Denger bapaknya bilang gitu langsung kubilang lagi. “Maksud saya, saya mau bayarnya belakangan.” Bapaknya bilang “Nah gitu dong, bayarnya belakangan ya, bukan dari belakang. Gak sopan namanya.”
Ketika keluar, aku bener-bener ngrasa sial [dan malu banget]. Aku gak sadar, bahwa yang aku bilang tadi itu pengaruh dari bahasa asal daerahku (bahasa pasaran sih tapi), yaitu frase dari balakang yang dengan polosnya kuartiin dari belakang, tetapi yang kumaksud di sini adalah belakangan [yang emang dibilangin bapaknya tadi itu]. Akhirnya, aku buat kesimpulan yang super duper aneh [plus lebay]. Biar tong su lama di sini lagi, tapi tong pe bahasa yang dari sana me jaga kaluar. Bagini ni yang biking kita malu tarus. Soe bahaya. (Meski aku udah lama di sini, tetep aja kosakata bahasa sana masih aja keluar. Ini nih yang buat aku terus-terusan malu dibuatnya. Sial banget aku!) -_-

d.     ada gora juga loh
Ini adalah kejadian yang dialami temenku asal Ternate, dia menceritakannya lewat facebook. Ceritanya, temenku ditanyai temennya yang berasal dari Jawa buah apa aja yang ada di Ternate. Dia menyebut semua buah yang ada di Ternate, (mangga, apel, pisang, jeruk) dan tentunya gora. Temennya nanya apa itu gora. Ternyata dia nggak tau bahasa Indonesianya gora, trus googling kata gora sampai berjam-jam. Setelah dia baru tau kalau bahasa Indonesianya gora adalah jambu air, barulah dia menceritakan semuanya kepada temen-temannya yang juga berasal dari Ternate. Ketika dia menceritakan semuanya itulah, dia diketawai habis-habisan. Sampai ada temennya yang ngomong “Ce ngana ini ni biking malu torang saja. Gora pe bahasa Indonesia saja me tara tau tu.” (Buat kita malu saja kamu tuh, masa’ bahasa Indonesia dari gora aja kau nggak tau?”) Haha, emang parah banget dia. :D

e.      tas plastik
Suatu hari ada seseorang (sebut saja Asis) akan membeli sebuah bungkusan kepada penjual yang digunakan untuk membungkus makanan yang akan dibawa ke kampusnya. Dia baru dua bulan di tanah Jakarta, jadinya logat Jakarta nggak lancar dianya. Trus, dia tau maksud beli apaan, tapi gak tau namanya apa dalam logat Jakarta, taunya cuma yang logat Ternate doang, asal daerah dia. Pas dia beli nih, dia bilang sama penjual, “Bang, ada tas plastik gak?” Abangnya bingung, dan bilang “Tas plastik? Apaan tuh?” Asis pun bilang lagi “Iya, emang tas plastik.” Abangnya bilang lagi “Emang lo mau beli tas yang dari plastik ya? Kalo lo mau beli tas beli aja noh ke PGC sono!” Asis pun rada bingung, dan akhirnya bilang “Itu yang warna merah tuh, yang ada di dalam laci tuh.” Penjualnya langsung bilang “Oh kantong kresek, bilang dari tadi dong.” Dan, Asis pun malu seketika sambil melanjutkan perjalanan (emang mau jalan ke mana sih) eh percakapan dan membeli sekaligus mendapatkan sebuah kantong kresek alias tas plastik. Oh betapa malunya si Asis tuh. :D

f.       rumput
Nih ada kisah nyata di Halsel nih. Saat itu pelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak SD kelas lima. Si guru tuh mau ngujiin anak-anak didiknya beberapa kosakata bahasa Inggris yang sudah diajarin pas pertemuan lalu tuh. Metodenya bukan tertulis, tapi pake perintah langsung. Misal jika dia sebut stone (artinya dia nyuruh mereka ngambil stone), anak-anak langsung ngambil batu yang di luar sana.
Nah, ketika gurunya nyebut grass, anak-anak langsung semangat keluar kelas untuk ngambil apa yang disebut dengan grass. Ketika mereka tiba, mereka justru membawa sampah berupa sampah yang ada di tempat sampah. Gurunya langsung bingung ma kaget campur aduk. Dia gak tau kalo anak-anak didiknya ternyata masih terpengaruh sama bahasa harian mereka, bahkan kalo mereka make bahasa Indonesia. Gurunya berpikir mereka nggak salah ambil jawaban, karena mereka sih tau kalo grass emang berarti rumput. Tapi gurunya gak tau bahwa rumput yang dimaksud oleh mereka lain banget sama yang dimaksud gurunya itu.
Ternyata, rumput yang dimaksud oleh guru tersebut nggak sama ma rumput yang dipahami oleh anak-anak didiknya. Mereka malah tau kalo rumput [yang dalam lidah lokalnya disebut rumpu] itu adalah sampah. Kaget juga ya, rumput kok bisa jadi sampah sih. Bikin gurunya bingung aja nih mereka.

Jadi sebaiknya sang guru pelajari juga lidah lokalnya, biar nggak kaget dengan kejadian kayak gituan. Parah emang, tapi lidah mereka (termasuk kami juga) emang gitu. Pola pikirnya pun gitu, gak sama ma orang Pulau Jawa sana. -_-

Minggu, 13 November 2011

Bahasa Melayu Ternate

Bahasa ini adalah bahasa yang dituturkan di daerah Maluku Utara, khususnya di Ternate. Bahasa ini serumpun dengan bahasa Manado, Papua, dan Ambon. Hanya dalam waktu empat bulan, kalian bisa menuturkan bahasa ini, asalkan bersungguh-sungguh dan tekun.

            Dalam menuturkan bahasa ini ada beberapa peraturan khusus:
1.    Hampir tidak ada bunyi pepet di bahasa ini. Artinya, banyak kata yang mengandung e pepet (seperti pada kata ‘benar’) diucapkan dengan e tarik (seperti pada kata ‘meja’).
2.    Tidak sedikit kata-kata yang mengalami tekanan (kenaikan nada) pada suku kata terakhir dari sebuah kata. Untuk kasus ini, diberikan suatu aksen, berupa aksen acute (ˊ).
3.  Untuk membedakan dua huruf vokal yang disuarakan tersendiri (misal: menyamai) dengan disuarakan serangkai (misal: teratai), digunakan aksen grave (ˋ). Aksen ini diletakkan pada huruf kedua dari dua vokal tersebut. Misalkan madaì = menggoda, dibaca ma-da-i. Sedangkan bila disuarakan serangkai, maka kata tersebut tidak beraksen.

            Dalam mempelajari bahasa ini, perlu diketahui kata ganti dan kata dasar terlebih dahulu.

Kata ganti yang sering dipakai:
·         Aku = kita (sering disingkat ta)
·         Saya = saya (bisa juga dipakai nama pembicara, tergantung situasi)
·         Kamu = ngana (sering disingkat nga)
·         Anda = (tidak ada padanannya, biasanya dipakai nama lawan bicara)
·         Kami, kita = torang (sering disingkat tong)
·         Kalian = ngoni (sering disingkat ngo)
·         Mereka = dorang (sering disingkat dong)

Biasanya, kata ganti yang disingkat lebih sering dipakai di bahasa pergaulan antar sebaya, sedangkan kata ganti yang lebih halus dan berupa nama atau sapaan hormat sering dipakai jika berbicara dengan yang lebih tua.

Dalam kepemilikan sesuatu, bahasa ini tidak mempunyai kata ganti pemilik, tetapi menggunakan pe sebagai penghubung antara kata ganti dengan kata benda. Contohnya: kita pe baju = bajuku, ngana pe buku = bukumu, torang pe bola = bola kami, dan sebagainya.

Beberapa kata dasar yang sering dipakai, di antaranya:
·         Ya = io (jika lebih halus digunakan saya)
·         Tidak = tara (tarada lebih sering dipakai, padahal artinya adalah tidak ada, berasal dari tara ada)
·         Sudah = suda
·         Belum = balóm, bolóm
·         Bukan = bukang
·         Harus = musti
·         Boleh = bole
·         Jangan = jang

Itu adalah beberapa kata dasar yang sering dipakai, mengenai kata kata yang lain nanti aku jelaskan lebih lanjut di tulisan ini.

Selain itu, perlu kalian pelajari kata-kata dalam istilah keluarga, kerabat, dan kata sapaan dalam pergaulan sehari-hari, biar tidak sulit dalam menggunakannya. Kata-kata tersebut antara lain:
·         Ayah = papa
·         Ibu = mama
·         Kakek = tete
·         Nenek = nene
·         Kakak = kaka
·         Adik = ade
·         Sepupu = spupu
·         Anak angkat = ana piara
·         Anak sulung = ana sulung
·         Anak bungsu = ana bongso
·         Bapak guru = bapa guru
·         Ibu guru = ibu guru
·         Dosen = dosén

Kata tanya yang sering digunakan antara lain:
·         Apa = apa
·         Siapa = sapa
·         Di mana = di mana
·         Ke mana = ka mana
·         Mengapa = bikiapa, kiapa
·         Bagaimana = bagemana
·         Berapa = barapa
·         Kapan = kapan
Sekarang kita masuk ke pola perubahan akhiran, awalan, dan peniadaan huruf h dan huruf sy berubah menjadi s. Dalam bahasa ini ada beberapa perubahan kata-kata dari bahasa Indonesia ke bahasa ini. Perubahan tersebut antara lain sebagai berikut.

1.      Dari -ai ke -e: pantai = pante, cerai = cere, ramai = rame, santai = sante, sampai = sampe, pakai = pake. Kecuali: lihai = lihai.
2.      Dari -au ke ­-o: kacau = kaco. Kecuali: galau = galau.
3.      Dari -at dan -ak  ke -a: tempat: tampa, dapat = dapa, berak = bera, kakak = kaka, lipat = lipa, lihat = lia, teriak = taria, banyak = banya, bedak = badá, angkat = angka. Kecuali: cepat = capát, niat = niat, catat = catat, serak = sarák, cetak = cetak.
4.      Dari -et dan -ek ke -e: korek = kore, robek = robe, kaget = kage. Kecuali: jelek = jelék, seret = seret.
5.      Dari -it dan ­-ik ke -e: adik = ade, jahit = jae, sakit = sake, baik = bae, naik = nae. Kecuali: edit = edit, musik = musík.
6.      Dari -it dan ­-ik ke -i: sedikit = sadiki, bisik = bisi. Kecuali: itik = itik, irit = irit, langit = langit.
7.      Dari ­-ok ke ­-o: sendok = sondo, gosok = goso.
8.      Dari ­-ut, -uk, dan –up ke -o: takut = tako, mabuk = mabo, laut = lao, celup = colo, kentut = konto. Kecuali: lutut = lutut.
9.      Dari -ut, -uk, dan -up ke -u: duduk = dudu, perut = puru, busuk = busu, mulut = mulu, cabut = cabu. Kecuali: buruk = buruk.
10.  Dari -n ke -ng: makan = makang, kebun = kobóng, tahan = tahang, ikan = ikang, setan = setang. Kecuali: dingin = dingin, ringan = ringan.
11.  Dari -i- ke -e- (suku kata terakhir): lain = laeng, main = maeng, kawin = kaweng, kemarin = kalmareng, air = aer. Kecuali: kering = karíng.
12.  Dari -u- ke -o- (suku kata terakhir): telur = talór/tolór, hidung = idong, tidur = tidor. Kecuali: terus = tarús.
13.  Dari -e- ke -a-: keras = karás, berat = barát, sedap = sadáp, kecil = kacíl, kenyang = kanyáng, kenal = kanál, kelas = kalás, perahu = parahu, perigi (sumur) = parigi, betul = batúl, teman = tamáng, terang = taráng; berat = barát, pecal (pecel dalam bahasa Jawa) = pacál. Kecuali: dengar = dengar, tengah = tenga.
14.  Huruf h umumnya tidak ada: habis = abis, hujan = ujang, hutan = utang, rumah  = ruma, suruh = suru, taruh = taru, bodoh = bodo, tahi = taì, lelah = lalá. Kecuali: heran = herang, hanya = hanya, hajar = hajar, hotel = hotél.
15.  Huruf digraph berupa sy (seperti sh dalam bahasa Inggris) berubah menjadi s: masyarakat = masarakat, syukur = sukur. Kecuali: syarat = syarat.
16.  Dari ­be(r/l)- ke ba(r/l)-: bermain = barmaeng, berkebun = bakobóng, beramal = ba’amal, bekerja = bakarjá, belajar = balajar. Kecuali: berlaku = berlaku.
17.  Dari me- ke ­ma-: memasak = mamasa, menyapu = manyapu, mengerti = mangarti, mengantuk = manganto.
18.  Dari pe- ke pa-: penipu = panipu, penyakit = panyake, penggosip = panggosip.
19.  Dari ter- ke ­ta-: terjangkit = tajangke.

Meski begitu, tidak semua kata-kata yang diambil ke bahasa ini mengikuti pola-pola tertentu. Ada beberapa kata yang justru menyimpang dari aturan tersebut. Pola perubahan akhiran, awalan, bahkan suku kata tertentu dari beberapa kata dapat kalian lihat di bawah ini.

Kata-kata yang polanya menyimpang dari aturan adalah sebagai berikut:
jatuh = jatong, injak = injang, kasih (beri) = kase, dengan = deng, jangan = jang, ia (ya) = io, duit (uang) = doì, masuk = masong, rebut = rebe, pecah = pica, benci = binci, kencing = kincing, pergi = pigi (disingkat ), ambil = ambe, kena = kanal, risih = rese, cengkih = cengke, mau = mu, sembarang = sabarang, kasihan = kasiang, tak karuan (tak teratur) = takaruang, berhenti = barenti, setrika = strika, berbau = bobóu,  setengah gila = stegi (singkatan).

Di dalam bahasa ini ada banyak sekali kata-kata yang tidak dikenal di bahasa Indonesia, sebagiannya merupakan kata asli, dan sebagiannya lagi merupakan serapan dari bahasa asing, terutama Portugal dan Belanda.

Inilah kata-kata tersebut, semoga kalian bisa mengetahui artinya dengan baik.
kadera = kursi; sono = tidur; sombar = naungan, tempat untuk berteduh; cakodidi = tidak bisa diam; pardidu = suka jalan-jalan (ke tempat yang tidak jelas); karlota = menggosip, suka bercerita tentang urusan orang lain; (ba-)henju = centil, bergaya melambai; cena = lebay, berlebihan; nyaì-nyaì = banyak syarat; forok = garpu; sibur, falo-falo = gayung untuk mandi; falo = menimba, par = cocok, berpasangan; rurang = jalan-jalan (biasanya untuk tujuan yang tidak bermanfaat); fuma, hoga, laéf, mof-móf = bodoh, poha = tahan, sanggup; sengel = berkelahi; ce’ = benarkah; tasa = setengah gundul; sangar = sadis; abuleke, foya = bohong; kalaha = supaya, agar; tabalae = acak-acakan, tidak beraturan; madaì = menggoda (biasanya kepada lawan jenis); sawang = mengambil keputusan tanpa berpikir, menerobos barisan saat antrian terjadi; farlák = alas lantai; maniso, masoso = ikut campur; (bis)kotu = berkulit hitam; toki = mengetuk; ruku = menunduk; tindis = menindih, menekan; skakar = pelit; soe = sial; kaskado = kudisan; fulungku = tinju; batobo = berenang (untuk bersenang-senang); ka = atau; slaber = mengepel; lehár = meja untuk mengaji; haga = perhatikan, lihat (look dalam bahasa Inggris); hosa = ngos-ngosan, terengah-engah; la = untuk; feto, toreba = bentak (veto dalam bahasa Inggris); cas = menepuk (tangan orang lain), mengisi (baterai); paka = menepuk; mutel = kelereng; tehel = ubin; pastiu = bosan, jenuh; sosoro = ubur-ubur; lado = belut; boto-boto = belalang; gurango = hiu; tuturuga = kura-kura; gaì = belatung; tusa = kucing; mimis = mengemut; dusu, dola = kejar; kusu-kusu = semak belukar; huk = ujung, sudut; lur, hoba = intip; saka = merogoh (sesuatu di suku), membuat orang lain terperosok dengan mendorongnya (tasaka = terperosok); pacal = bertiga saat berboncengan; stop = berhenti; dokis = kena; kets = kikis; ojo = meremas; ruci = curang; cafarune = jijik; faja, badaki = kotor; smaput = pingsan; londrì = laundry; remút = remote (TV, DVD, AC); gepe = jepit; baku = saling; hekter = penjepit kertas; solasibán = lakban kecil; pas = lewat (tidak punya kesempatan), cocok, saat; fluit =siul; fofoki = terung; amo = sukun; kasbí = ubi jalar; garáp = lucu; rekeng = hitung, merebut (bola); kocak = mengecoh (orang lain dengan menggocek bola); kakarlák = kecoak; bahlá = marabahaya; kokehe = batuk; manggoró = mengorok; mangkolak = cegukan; totofore = menggigil; span = rapat (kaca); nyonyoke = memarahi; cahi = menggendong; sedu = canda, basedu = bercanda; gara, bagara =  mengejek, bagará = selalu saja; goro = karet; mastér = menyapa, menegur sapa; salón = sound system, bass speaker; toa = speaker, suara besar (teriak);  paniki = kelelawar; cakalang = tuna; bobara = bawal; ngafi = teri; boke = bekas luka; sahúr = sahur; faìt = berkelahi; sapréi = kasur; betréi = baterai; spit = speed boat; feri = kapal ferry.

Dalam menuturkan bahasa ini perlu diketahui bahwa ada beberapa huruf yang mempunyai tulisan yang sama, tetapi bacanya berbeda. Di antaranya:
·         salon >< salón (tempat salon >< sound system, bass speaker)
·         barat >< barát (barat >< berat)
·         master >< mastér (master, orang yang telah menguasai >< menegur sapa, menyapa)
·         bagara >< bagará (mengejek >< selalu saja)

Satu hal yang membuat banyak orang sangat kesulitan dalam menguasai bahasa ini adalah kata-kata yang diambil dari bahasa Indonesia ke bahasa ini mengalami perbedaan arti yang cukup jauh dengan bahasa Indonesia itu sendiri:

Dan inilah beberapa kata-kata tersebut:
ronda = jalan-jalan, keliling, singgah sebentar (berasal dari round yang artinya melingkar; ada = sedang (melakukan sesuatu); jaga = sering; tola = dorong; ambisi = gaya (sok tahu, sok pintar, sok cerdas); dukung (kata lain dari cahi) = menggendong.

Sekian pembelajaran bahasa ini, mudah-mudahan kalian bisa menguasai bahasa ini. Ingat, struktur kalimat seperti dalam bahasa Indonesia.

Jika ada yang rasa macam kata-kata ada yang salah, tolong ngoni kase batúl pa dia. Jika ada yang merasa ada kata-kata yang salah, tolong kalian betulkan.

Jumat, 30 September 2011

Tradisi puasa dan lebaran orang Ternate

As-salamu `alaykum....

Teman-teman, aku ada posting. Bila ingin mengetahui kebiasaan orang Ternate saat puasa dan lebaran, maka silakan baca posting ini.

Inilah judulnya.
Tradisi puasa dan lebaran orang Ternate (persaudaraan yang sulit terpecahkan)

Ternate, sebuah daerah di Indonesia sebelah timur (tepatnya sebelah barat dari ujung timur), adalah salah satu daerah (dari beberapa daerah di Indonesia) yang masih memegang tradisi dari dulu sampai sekarang, terutama mengenai puasa dan lebaran. Sebuah daerah kepulauan yang sangat kental dengan persaudaraan, yang membuat banyak orang merasa nyaman dan betah bila tinggal di dalamnya. Banyak yang masih memegang teguh kebiasaan ini, karena hanya daerah ini orang bisa menemukan persaudaraan yang sulit terpecahkan. Mereka merasa tinggal di Ternate jauh lebih bersahabat. Tetapi, ada tradisi warga Ternate yang buruk dan seharusnya dijauhi, karena sangat mengganggu dan meresahkan orang lain.

Tradisi dan kebiasaan baik yang masih dipegang teguh oleh anak Ternate (warga, maksudku) antara lain:
  1. gendang sahur (lumayan untuk uang jajan, hehehe..., tapi aku belum pernah melakukan ini)
    Meski dianggap mengganggu, tetapi banyak yang merasa terhibur karena lagu-lagunya enak didengar, terutama qasidah yang sering dinyanyikan oleh anak kecil dan kadang juga cewek. Lagu-lagunya biasanya Tobelo, Ya Ramadhan, dan Bangun-Bangun Sahur.
  2. memutar lagu islami
    Biasanya diputar saat ramadhan, dan setelah ramadhan kembali memutar lagu-lagu hits.
  3. membaca al-Qur'an saat pagi, siang, sore, kadang malam
    Ini kebiasaan yang sangat baik, dan biasanya dilakukan setelah shalat fardhu, supaya menambah pahala.
  4. jual-beli makanan buka sebelum maghrib (supaya bisa dapat uang dan kenalan, hehehe...)
    Kebiasaan ini sering dilakukan oleh masyarakat, supaya kedua pihak mendapat untung (yang jual mendapat uang berlimpah, yang beli merasa sangat puas karena makanannya enak).
  5. buka puasa bersama (untuk amal dan meningkatkan tali persaudaraan)
    Ini sering dilakukan untuk menumbuhkan rasa keceriaan dan kebersamaan, selain itu dapat menimbulkan ukhuwah islamiyyah yang sangat kuat.
  6. tarawih (tetapi semakin ke akhir semakin sedikit)
    Suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh umat Islam setelah `isya untuk menambah pahala, tetapi semakin ke akhir puasa semakin sedikit. Mereka yang meninggalkan ini biasanya beralasan malas, lelah, dan letih.
  7. tadarus al-Qur'an di masjid dan di rumah orang (lumayan, aku suka mendengar bacaan merdu dari pembacanya)
    Kebiasaan yang baik, dan selalu diakhiri dengan sajian kue khas Ternate dan air Aqua. Jika di masjid masih terbilang tenang, di rumah orang terkadang ribut (maklum, yang mengaji adalah anak-anak TPQ yang sudah biasa ribut di TPQ mereka), sehingga ustadz dan ustadzah sering marah-marah. Meski begitu, keributan di rumah orang itu sering terbayar lunas dengan suara merdu dari para santri.
  8. shalat tahujjud (sering juga dilakukan bila menjelang UAN, kurang nyambung....)
    Sangat sedikit yang melakukan ini, tapi pahalanya sangat besar.
  9. tiap tanggal 27 Ramadhan, orang Ternate biasanya membakar obor lalu diletakkan di samping rumah (walau aku sendiri tak suka hal ini, karena laylat al-qadar (ela-ela di Ternate) datang tidak selalu pada 27 Ramadhan), dan sebagian anak kecil membakar obor lalu mengaraknya keliling kampung (lebih tepatnya, membawa), membuat kota Ternate penuh dengan lautan obor.
Masalahnya, ada beberapa kebiasaan buruk yang sering dilakukan warganya, terutama anak muda (tidak semuanya tapi), antara lain:
  1. jalan-jalan tiap shubuh (dan malam hari) terutama awal puasa (tapi aku sering jalan-jalan sih...)
    Tradisi ini memang membuat tali silaturahmi meningkat, tetapi ini bisa mengurangi pahala puasa.
  2. membatalkan puasa secara diam-diam (ini yang paling aku tidak suka)
    Mereka yang melakukan ini biasanya beralasan lelah, haus, dan lapar karena seharian bekerja. Caranya, makan dan minum secara sembunyi-sembunyi. Kebanyakan melakukan ini di tempat kayu (karena kebetulan aku tinggal di dekat situ), dan yang paling extreme, ada yang pergi ke Jambula untuk membatalkan puasa mereka (dengan air kelapa, tentunya). Mereka biasanya membeli air, roti, (dan rokok), setelah itu baru pergi ke sana dan membatalkan puasa mereka.
  3. membakar petasan (apalagi yang ini)
    Terbilang sangat mengganggu, dan sering dilakukan setelah shalat tarawih dan shubuh. Kebiasaan ini sering membuat kemarahan warga dan mereka (warga) menuntut agar petasan ini ditiadakan, karena sangat mengganggu, terutama kegiatan shalat tarawih dan tadarus.
  4. jalan-jalan tengah malam
    Ini sering dilakukan pasangan muda-mudi untuk bersuka ria di tengah kegelapan (terutama di jalan Akehuda (sebelah timur kampus FKIP Akehuda dan jalan masuk keluar Bandara Babullah). Akibatnya, banyak yang sering pulang dini hari dan sering mendapat marah dari orang tuanya, mengingat cewek banyak pula yang melakukan hal ini.
Dan ada beberapa kebiasaan yang sering dilakukan jelang lebaran (`id al-Fithri dan `id al-Adha), diantaranya:
  1. beli baju baru (karena di Ternate diistilahkan dengan tahun baru)
    Hal ini sering dilakukan karena warga Ternate bersilaturahmi dengan keluarga, teman, sahabat, pacar, bahkan guru dan dosen sekalipun.
  2. membuat dan menyiapkan kue lebaran, minuman (bersoda), dan uang
    Ini dilakukan untuk menyambut setiap tamu yang datang, terutama teman lama.
  3. menyiapkan makanan lezat
    Ini dilakukan untuk menyambut keluarga dan mengundangnya untuk makan, supaya suasananya tambah akrab.
Kebiasaan yang dilakukan oleh orang Ternate saat lebaran:
  1. anak-anak kecil sering tahun baru doi di rumah-rumah dan tuan rumah menyiapkan uang (untuk membagikannya kepada mereka)
    Kebiasaan ini menguntungkan kedua pihak, karena uang anak kecil bertambah, dan pihak yang menerima merasa senang karena niat membagikan uang ke anak-anak kecil terwujud, mengingat hal ini sudah menjadi tradisi.
  2. seluruh keluarga saling bersilaturahmi ke rumah saudaranya
    Ini dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi yang sudah mereka bentangkan.
  3. anak-anak remaja sering jalan-jalan ke tempat wisata dan ke rumah temannya
    Kebanyakan yang pergi di tempat wisata adalah rombongan, jarang sekali datang secara sendiri-sendiri. Tujuan mereka paling banyak ke Tidore (pulau sebelah tenggara-selatan dari Ternate) dan hanya untuk bersenang-senang (kebanyakan melakukannya saat hari kedua, setelah sebelumnya jalan-jalan bersama teman-teman di dalam kota). Sementara remaja yang sering bepergian ke rumah temannya kebanyakan bertujuan untuk bercerita, dan bercanda ria (tetapi ada yang diperlakukan seperti saudara sendiri).
  4. takbiran
    Dikumandangkan setelah maghrib pada hari jelang lebaran, suara takbiran terdengar saling bersahut-sahutan. Ada pula yang mengumandangkannya dengan musik takbiran, sehingga enak didengar. Takbiran secara resmi berhenti setelah shalat `id (untuk `id al-Fithri, sedangkan `id al-Adha takbiran berhenti setelah hari Tasyriq terakhir saat setelah 'ashar), tetapi masih dikumandangkan oleh sebagian orang hingga lebaran sudah dianggap kurang meriah (setelah lewat beberapa hari).
Inilah kebiasaan orang Ternate saat puasa dan lebaran. Bila ada yang merasa posting ini kurang benar dan kurang sempurna (menurut kalian), kalian boleh menyempurnakannya di comment yang telah tersedia, karena aku membuat posting setelah survey dan observe yang cukup panjang dan teliti.

Sekian posting dariku, dan as-salamu `alaykum....

Kamis, 04 Agustus 2011

Petasan, kau telah selamatkan nyawaku!

Kalian pasti tahu apa itu petasan. Dan kalian pasti tahu bahwa petasan adalah sesuatu yang buruk. Aku pun demikian. Jika kalian lihat anak-anak bakar petasan, sudah pasti kalian akan bilang begini:
"petasan itu:
mengganggu (orang yang sedang ibadah);
berisik;
bising;
dan teror!" (tapi masih yang kecil)

Tapi jika ditanya apakah petasan itu menguntungkan, kalian pasti akan menjawab: tidak! Tapi, bagi aku: ya! Tak percaya? Petasan itu hampir menyelamatkan nyawaku! Penasaran? Mau dengar? Ini ceritanya.

Kejadian itu terjadi pada tanggal 1 Ramadhan pada 2008 (tanggal di Masehi aku sudah lupa!). Saat itu, subuh hari, sekitar pukul 05.30 WIT (masih gelap itu!), seperti tradisi orang Ternate (yang tidak tahu di mana Ternate, buka di atlas, lihat di Provinsi Maluku Utara) saat awal puasa, aku pergi di Bastiong ferry (sebutan orang Ternate) bersama teman-teman (maksudku sendiri, bertemu teman-teman di sana). Di sana, anak-anak kecil sering bakar petasan. Tujuannya, sudah pasti mengganggu orang lain! Termasuk aku! Saat itu, aku sedang jalan-jalan di jalan kecil, di sebelah kiri ferry itu. Saat aku mau jalan di situ, tiba-tiba ada orang bakar petasan. Langsung nyala, pang! Langsung saja aku kabur ke belakang. sebelum kabur, ternyata petasan itu menerangi lautan (yang lumayan dalam itu!). Sontak saja, aku bersyukur kepada Allah SWT berkali-kali! Karena jika petasan itu tidak sempat dinyalakan, mungkin aku sudah tercebur ke laut biru itu.
Sekali lagi, aku bersyukur nyawaku masih bisa diselamatkan berkat petasan itu!

Terima kasih petasan!
Dan terima kasih kepada orang yang membakar petasan itu!
Bila dia tidak membakarnya, aku bisa jatuh ke laut!